Ramah Anakkah, Kota Banda Aceh ?

RINA
Banda Aceh, 9 April 2016 – salah satu program yang tengah dicanangkan oleh Wali Kota Banda Aceh adalah mewujudkan Banda Aceh sebagai Kota yang Ramah Anak.

Melalui program tersebut Kota Banda Aceh mulai mengembangkan fasilitas-fasilitas atau tempat-tempat bermain yang mampu membantu tumbuh kembang anak-anak. Salah satunya taman sari yang terletak dipusat Kota Banda Aceh ±100 Meter dari Mesjid Raya Baiturrahman. Meskipun taman tersebut diklaim sebagai salah satu fasilitas yang ramah Anak namun pada kenyataanya tidak sepenuhnya demikian. Masih ada beberapa arena bermain yan tergolong membahayakan, salah satunya jungkat jangkit yang terlalu tinggi untuk pengguna anak-anak dan juga luncuran yang tangganya hanya terdiri satu besi seukuran lengan anak.

Ditulis oleh RINA
Siswa Sekolah Magang The Puliher Institute Aceh Angkatan 3

tulisan ini adalah tugas praktek siswa/i Sekolah Magang dengan Materi Penulisan Berita.
Sabtu/ 9 April 2016
Jam 10.00 s/d 12.00
Tempat - Taman Sari Kota Banda Aceh

Taman Sari sebagai Icon Banda Aceh Kota Layak Anak

ICHA
Banda Aceh (09/04), beberapa kota besar di Indonesia sudah melakukan pembenahan sarana dan prasana untuk menuju Kota Layak Anak. Begitu juga halnya dengan Kota Banda Aceh, menyongsong Banda Aceh sebagai Kota Madani, pemerintah Banda Aceh juga sedang menuju Kota Layak Anak.

Taman Sari merupakan salah satu bukti keseriusan Pemerintahan Kota Banda Aceh untuk mewujudkan Kota Layak Anak tersebut. Hal ini terlihat dari sarana dan prasarana yang terdapat di Taman Sari tersebut yang menjadikan Taman tersebut Ramah Anak.

Namun demikian, jika kita tinjau lebih jauh, taman sari masih jauh dari Kota Layak untuk Anak. Begitu pula halnya dengan Kota Banda Aceh sendiri. Dari sisi perawatan Taman Sari masih terdapat kerusakan-kerusakan, seperti banyak bebatuan besar yang berserakan, dan tanah yang tidak rata, yang mana hal itu bisa mencederai anak yang senang berlari-lari. Selain itu posisi Taman Sari yang berada di tengah-tengah jalan raya juga menjadikan Taman Sari kurang aman untuk keselamatan anak-anak, karena tidak terdapat tembok yang membatasinya. Lebih lanjut, di Taman Sari terdapat sampah yang berserakan bahkan parit-parit nya penuh dengan sampah. Selain hal ini bisa berdampak pada keselamatan anak-anak, juga dapat melakukan modeling yang membuat anak juga ikut membuang sampah sembarangan.

Tentu saja ini menjadi tugas besar bagi Pemerintah Kota untuk dapat mewujudkan Banda Aceh sebagai Kota Madani Layak Anak. Harapan kedepannya masyarakat dan Pemerintahan Kota dapat bekerjasama untuk mewujudkan cita-cita ini.





Ditulis oleh ICHA
Siswa Sekolah Magang The Puliher Institute Aceh Angkatan 3
tulisan ini adalah tugas praktek siswa/i Sekolah Magang dengan Materi Penulisan Berita.

Sabtu/ 9 April 2016
Jam 10.00 s/d 12.00
Tempat - Taman Sari Kota Banda Aceh

Observasi Taman Sari

IKRAL
Banda Aceh, Mahasiswa Magang Yayasan Pulih mengatakan pertemuan materi bertempat di Taman Sari Kota Banda Aceh pada hari Sabtu (9/4).



Pembahasan materi pada hari ini mengenai RPD (Riset, Publikasi dan Dokumentasi) diberikan oleh Taufik Riswan dan Abdul Arif yang diikuti oleh 5 orang siswa magang. Peserta yang ikuti antara lain Ikral, icha, nanda, may dan rina dilaksanakan di ruang terbuka Taman Sari.

Pada sesi ini juga dilakukan observasi mengenai kelayakan Ruang Terbuka untuk anak dilokasi pemberian materi hari ini. Keputusan Wali Kota Banda Aceh Hj. Illiza menetapkan bahwa Taman Sari Kota Banda Aceh akan dijadikan Taman Layak Anak.

Observasi yang dilakukan kelima siswa magang dengan mendokumentasikan foto berbagai fasilitas bermain anak. Berbagai foto yang diambil para siswa magang mencakup berbagai fasilitas aktivitas anak yang dinilai layak atau tidak layaknya digunakan untuk anak menurut para siswa magang seperti foto yang diambil oleh masyarakat memperlihatkan seorang anak yang berdiri disamping salah satu kolam ikan dilokasi tersebut. Masyarakat mengatakan bahwa kolam ikan tersebut membahayakan bagi anak sebab pagar pembatas kolam yang rendah bisa dijangkau anak-anak”, ucapnya. 

Ditulis oleh IKRAL
Siswa Sekolah Magang The Puliher Institute Aceh Angkatan 3

tulisan ini adalah tugas praktek siswa/i Sekolah Magang dengan Materi Penulisan Berita.
Sabtu/ 9 April 2016
Jam 10.00 s/d 12.00
Tempat - Taman Sari Kota Banda Aceh

SEKOLAH MAGANG - THE PULIHERS INSTITUTE Ke 3 - TAHUN 2015

DI BUKA LAGI ------- UNTUK GELOMBANG KE II
PENDAFTARAN SEKOLAH MAGANG - THE PULIHERS INSTITUTE

19 Sept s/d 15 Okt 2015

INGAT ..... Pendaftaran di tutup sampai tanggal 15 Okt 2015, Jam 24.00 WIB



Pada kesempatan ini kami ingin menginformasikan bahwa Yayasan Pulih Area Aceh membuka kesempatan bagi rekan-rekan yang mempunyai minat dan ingin mendedikasikan diri dibidang kemanusiaan, psikososial, dan sebagainya. 

Materi yang akan di ajarkan antara lain: Konsep Psikososial, Pengertian Psikosial Dasar, Ketidak setaraan laki-laki dan perempuan, Isu dan Kebutuhan Psikososial Perempuan dalam Komunitas, Isu Psikososial pada anak dalam situasi sulit dan peran orang dewasa sebagai pendamping. Dampak Psikososial bagi Perempuan dan anak korban Kekerasan Stress, Trauma, dan Strategi, Penguatan dan Pemulihan Psikososial Berbasis Komunitas, Membangun jaringan koordinasi diantara lembaga pemberi layanan untuk mengoptimalkan kerja-kerja pendampingan, Pelayanan Terpadu dan Sistem Rujukan dalam Pendampingan dan penanganan korban kekerasan terhadap perempuan dan anak. Dan masih banyak lagi yang akan dibahas. 

Bagi yang berminat, kami mempersilahkan rekan-rekan sekalian untuk mendaftarkan diri dengan syarat-syarat sebagai berikut :

PERSYARATAN MENJADI PESERTA

- Pendidikan minimal SMA/ Sederajat, terutama yang pernah bekerja diisu kemanusiaan
- Mahasiswa yang sedang kuliah (diutamakan Semester V) 
- Usia 19 – 40 th 
- Memiliki minat dan keinginan belajar yang sangat tinggi 
- Memiliki komitmen yang tinggi untuk menjadi relawan dibidang kerja kemanusiaan

PROSEDUR PENDAFTARAN

- Mengisi Formulir Pendaftaran 
- Mengirim CV ke Yayasan Pulih 
- Lampirkan Scan Rekening Transfer Biaya Pendaftaran
- Mengikuti psoses seleksi sesuai jadwal yang ditentukan 
- Membayar Biaya Pendaftaran formulir sebanyak Rp. 20.000 
- Biaya Pendaftaran bisa langsung di transfer ke rekening :
  an. yayasan pulih – 105 – 00 – 0468235 – 1 (Bank Mandiri) 

Bagi yang berminat silahkan lengkapi berkas pendaftaranya dan kirim ke email : puleh.aceh@gmail.com di cc ke: silfana.nasri@gmail.com

Jumlah Peserta Sekolah Magang di The Pulihers Institute dibatasi hanya 25 orang. 

Untuk informasi lebih lanjut silahkan menghubungi : 

Silfana Amalia Nasri : 0853 6086 3810 
Imam Abdillah Lukman : 0852 7759 1066 

Silahkan Download Berkas Pendaftaran Sekolah Magang - THE PULIHERS INSTITUTE Angkatan ke 3.







Transformasi Paradigma Perlindungan Anak Berbasis Sistem "Refleksi HAN 23 Juli 2015"



Oleh : 
Taufik Riswan
(Koordinator Yayasan Pulih Aceh)

Komitmen Indonesia untuk mencapai tujuan MDG’s mencerminkan komitmen negara untuk menyejahterakan rakyatnya sekaligus menyumbang pada kesejahteraan masyarakat dunia. Salah satu target MDG’s termasuk diantaranya meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui upaya perlindungan terhadap anak. Secara individu anak merupakan tanggung jawab orang tua, namun ada pada irisan tertentu pemenuhan hak dasar anak juga merupakan tanggung jawab masyarakat dan negara.

Selama dekake terakhir ini, pemerintah Indonesia telah melakukan upaya yang nyata untuk meningkatkan mutu sistem perlindungan anak. Selain meratifikasi KHA dan menandatangani protokol-protokol tambahannya, Indonesia juga telah mengesahkan sejumlah peraturan perundangan yang menangani persoalan perlindungan anak, seperti UU No. 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak dan rencana aksi nasional yang terkait dengan perdagangan anak, eksploitasi seksual komersial anak dan pekerja anak (UNICEF, 2003).

Keberhasilan pencapaian pembangunan di Indonesia nyatanya belum berbanding lurus dengan penurunan kasus pelanggaran yang melibatkan anak. Laporan kasus pelanggaran perlindungan anak semakin meningkat dari tahun ke tahun, angka tertinggi umumnya terkonsentrasi di pusat pemerintahan atau kota.

Dalam pelaksanaan sistem perlindungan anak, pemerintah tentu wajib bersinergi dengan kekuatan lokal termasuk lembaga swadaya masyarakat (LSM). Koalisi Advokasi dan Pemantau Hak Anak (KAPHA) Aceh, termasuk Yayasan Pulih Area Aceh di dalamnya telah memberi bantuan pendampingan hukun dan bantuan psikologis terhadap 19 kasus anak di tahun 2012 dan 17 kasus anak di tahun 2013. dan P2TP2A (Aceh, Tapaktuan, dan Aceh Tamiang) sendiri juga sudah menanggani 251 kasus. dan pasti banyak data-data lain yang belum penulis ketahui, serta juga yang tidak melaporkan kasusnya. dan kasus serupa akan terus meningkat bila tidak tertangani secara tersistem yang komprehensif.

Pada setiap tanggal 23 Juli, Pemerintah secara kelembagaan selalu memperingati Hari Anak Nasional sebagai wujud pengakuannya akan hak-hak anak, tapi tidak sedikit juga Kepala daerah tingkat Propinsi dan Kabupaten/kota yang melupakan komitmennya, bahkan ada sebahagian dari mereka yang tidak tau akan hari Anak Nasional ini. dan posisi anak seperti ini, tanpa sadar sudah diposisikan sebagai kelompok yang terpinggirkan dari proses pembangunan.

Sebenarnya Anak memiliki posisi strategis dalam kehidupan bernegara. Data demografis kelompok penduduk menunjukkan jumlah yang cukup besar untuk penduduk usia anak (0-19 tahun) mencapai 38,46% dari total jumlah penduduk Indonesia (Data Badan Pusat Statistik, 2005). Anak memiliki hak untuk senantiasa hidup dalam lingkungan yang terlindungi dari kekerasan (abuse), penelantaran (neglect), eksploitasi (eksploitation) dan kejahatan (violence). Namun, realitasnya banyak anak-anak yang masih mengalami korban kekerasan dan perlakuan salah dari orang dewasa, bahkan dari orang-orang terdekat dari kehidupan mereka. rasa sakit dan luka psikologis yang diakibatkan dari kekerasan, biasanya akan merasakan berbagai emosi negatif seperti marah, dendam, tertekan, takut, malu, sedih, terancam tetapi tidak berdaya menghadapinya. Dalam jangka panjang, kondisi ini dapat mengembangkan perasaan rendah diri dan tidak berharga. Bahkan tak jarang ada yang ingin pergi dari rumah hingga melakukan percobaan bunuh diri.

Dalam tingkatan yang mendasar, penyebab berbagai persoalan seperti kekerasan, perlakuan salah, eksploitasi dan penelantaran anak saling berkaitan. Untuk mengetahui akar masalah dan mengidentifikasi berbagai tindakan yang harus dilakukan untuk melindungi anak diperlukan pendekatan berbasis sistem, bukan pendekatan berbasis isu yang sempit dan hanya berfokus pada kelompok anak tertentu. Sistem perlindungan anak yang efektif mensyaratkan adanya komponen-komponen yang saling terkait.

Komponen-komponen ini meliputi sistem kesejahteraan sosial bagi anak-anak dan keluarga, sistem peradilan yang sesuai dengan standar internasional, dan mekanisme untuk mendorong perilaku yang tepat dalam masyarakat. Selain itu, juga diperlukan kerangka hukum dan kebijakan yang mendukung serta sistem data dan informasi untuk perlindungan anak. Di tingkat masyarakat, berbagai komponen tersebut harus disatukan dalam rangkaian kesatuan pelayanan perlindungan anak yang mendorong kesejahteraan dan perlindungan anak serta meningkatkan kapasitas keluarga untuk memenuhi tanggung jawab mereka (UNICEF, 2012).

Pergeseran paradigma perlindungan anak membawa perubahan mendasar pada pelayanan yang diberikan lembaga yang bergerak di bidang perlindungan anak. Perlindungan dipandang sebagai hak setiap anak tanpa kecuali, perlakukan salah terhadap anak bukan lagi isu kemiskinan melainkan telah menjadi isu kejahatan yang memperoleh perlindungan secara legal formal. Perlakuan salah terhadap anak bukan lagi hanya menjadi isu kesejahteraan namun telah dianggap sebagai isu perlindungan, yang mana memposisikan anak memperoleh perlakuan khusus dan dilindungi serta dianggap sebagai korban sistem. Anak bukan lagi dianggap sebagai objek pembangunan yang pasif, namun menjadi aktor yang juga berperan aktif dalam penentuan sikap pembangunan, hal ini tentu disesuaikan dengan kapasitasnya sebagai anak. Pelayanan terhadap kasus anak dilakukan secara profesional dan oleh tenaga profesional tersertifikasi, bukan lagi berlandas pada volunterism yang sulit dipertanggungjawabkan secara profesional. Termasuk pergeseran pelayanan dari institusional based menuju ke family and community based, yang mana memperkuat fungsi pengasuhan di dalam keluarga.

Sumber :
Badan Pusat Statistik. 2005. Data Demografis Kelompok Penduduk.\
Johnson, Victoria et al. 2002. Anak-Anak Membangun Kesadaran Kritis. Yogyakarta : Readbook.
Kates, Chaterine dkk. 2011. The Role of National Child Protection System : Save the Children. Italia : Pazzini Stamptore Editore.
Save the Children. 2013. Changin the Paradigm : Save the Children’s Work to Strengthen The Child Protection System in Indonesia.
Unicef Indonesia. Oktober 2012. Ringkasan Kajian Perlindungan Anak.