Bencana Banjir Bandang dilihat dari sisi Anak yang Mengalami peristiwa Trauma dan Pemulihan yang bisa dilakukan.

Masih ingat peristiwa banjir bandang yang menimpa saudara kita di tangse Tanggal 10 Maret 2011, tepatnya pada pukul 19.00 wib. kini banyak menyisakan berbagai peristiwa dan kenangan bagi masyarakat itu sendiri, kalau dilihat dari segi kebutuhan dimana masyarakat tangse khusunya Gampong Rantau Panyang dan Gampang Blang Pandak adalah masyarakat yang hampir 90 % petani, dan sisanya menjadi pekerjaan lepas. Di sisi lain setiap tahun mereka selalu turun kesawah, dan sekarang hal itu sudah kurang bisa dikerjakan, dikarenakan sawah atau ladang mereka sudah tidak bisa digunakan lagi, banyaknya balok-balok besar dan rusaknya struktur tanah menjadikan alasan tersendiri bagi masyarakat tangse...

kali ini yang menjadi perhatian penulis bukan di bagian masyarakat kehilangan pekerjaan dan bagaimana nasib mereka ketika profesi mereka di alihkan atau digantikan dengan profesi yang lain, hal ini membutuhkan waktu tersendiri bagaimana masyarakat mampu melewatinya.. yang menjadi ketertarikan penulis kali ini, mencoba menyorot dan melihat sisi kehidupan anak pasca peristiwa bencana.
menurut salah satu keterangan masyarakat yang berada di gampong rantau panyang " anak-anak jika ada suara hujan dimalam hari, mereka sering nangis dan tidak boleh jauh dari orang tua mereka" dan hal itu juga di perkuat oleh rekan kerja yang saat ini sedang berada di kawasan gampong rantau panyang.

sangat menarik dari apa yang disampaikan oleh masyarakat tersebut, bahwa perlu di jelaskan secara psikologis bahwa anak-anak pasca peristiwa bencana, mereka mengalami trauma, akan tetapi kita juga harus melihat bentuk trauma apa yang dialami oleh anak-anak tersebut, sehingga dalam proses identifikasi kebutuhan untuk mereka mudah dan praktis sehingga bisa menjawab kebutuhan untuk anak-anak itu sendiri.
Devinisi Trauma itu sendiri adalah berasal dari bahasa Yunani yang berarti luka. Kata tersebut digunakan untuk menggambarkan situasi akibat peristiwa yang dialami seseorang. Para Psikolog menyatakan trauma dalam istilah psikologi berarti suatu benturan atau suatu kejadian yang dialami seseorang dan meninggalkan bekas. Biasanya bersifat negative, dalam istilah psikologi disebut post-traumatic syndrome disorder.

Secara disiplin ilmu pengertian Trauma psikologis adalah sebuah jenis kerusakan psikis yang terjadi akibat peristiwa traumatis. Bila trauma tersebut mengarah pada Post-Traumatic Stress Disorder ( PTSD), kerusakannya bisa melibatkan perubahan fisik di dalam otak dan zat kimia otak, yang dapat merusak kemampuan seseorang dalam menangani stress .

sedangkan menurut keterangan yang diambil dari wilkipedia menjelaskan devinisi Trauma psikologis adalah jenis kerusakan jiwa yang terjadi sebagai akibat dari peristiwa traumatik. Ketika trauma yang mengarah pada gangguan stres pasca trauma, kerusakan mungkin melibatkan perubahan fisik di dalam otak dan kimia otak, yang mengubah respon seseorang terhadap stres masa depan.

Kejadian-kejadian traumatis melibatkan peristiwa tunggal, atau sebuah peristiwa fatal atau serangkaian peristiwa, yang sangat membebani kemampuan individu untuk menerima kejadian dan emosi terkait dengan peristiwa. Keadaan terbebani dapat berlangsung berminggu - minggu, bertahun-tahun, bahkan dekade, sebagaimana seseorang berjuang untuk mengatasi lingkungannya. Trauma dapat disebabkan oleh berbagai macam peristiwa, tapi ada beberapa aspek yang umum Secara sederhana trauma bermakna luka atau kekagetan (shock). Secara psikologis trauma mengacu pada pengalaman-pengalaman yang mengagetkan dan menyakitkan, yang melebihi situasi stres yang dialami manusia sehari-hari dalam kondisi wajar. Kematian anggota keluarga secara mendadak, keguguran, dipecat dari kerja, mengalami kecelakaan, semua ini dapat menjadi contoh pengalaman traumatik. Bila mengacu pada penjelasan ini, kita dapat memahami dengan jelas betapa hal-hal yang dialami oleh individu dan komunitas di daerah konflik berkekerasan merupakan kejadian traumatik. Stres yang diakibatkannya, atau yang menyusul kejadian traumatik disebut sebagai stres pasca trauma.
ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk anak-anak yang mengalami situasi sulit, dan ini adalah bentuk dari kegiatan yang bisa dilakukan dan dipraktekkan terhadap anak-anak pasca situasi bencana, melalui:

Smile Child Center
smile child center dimana anak diberikan kebebasan dan kenyamanan untuk mengekspresikan perasaannya melalui kegiatan-kegiatan yang menyenangkan dan suasana keceriaan, seperti menonton film-film anak, permainan, menyanyi, menari, dan lain-lain. Di tempat aman tersebut anak dilatih untuk menghilangkan rasa takut terhadap resiko runtuhnya puing-puing bangunan.

Terapi Bermain (Play Therapy)
Terapi bermain digunakan sebagai media untuk menguatkan keterampilan dan kemampuan tertentu pada anak. Aktivitas bermain adalah kegiatan bebas yang spontan dan dilakukan untuk kesenangan memiliki manfaat yang positif bagi anak yaitu:
-Aspek perkembangan fisik; anak berkesempatan melakukan kegiatan yang melibatkan gerakan-gerakan tubuh yang membuat tubuh anak sehat dan otot-otot tubuh menjadi kuat
-Aspek perkembangan motorik halus dan kasar; dalam bermain dibutuhkan gerakan dan koordinasi tubuh (tangan, kaki, dan mata).
-Aspek perkembangan emosi dan kepribadian; dengan bermain anak dapat melepaskan ketegangan yang ada dalam dirinya. Anak dapat menyalurkan perasaan dan menyalurkan dorongan-dorongan yang membuat anak lega dan relaks,
-Aspek perkembangan kognisi; dengan bermain anak dapat belajar dan mengembangkan daya pikirnya,
-Media terapi; karena selama bermain perilaku anak akan tampil lebih bebas dan bermain adalah suatu yang alamiah pada diri anak,
-Media intervensi; bermain dapat melatih konsentrasi (pemusatan perhatian pada tugas tertentu) dan melatih kemandirian anak.

Terapi Emosi dengan Menggambar
Terapi emosi dengan menggambar dan mewarnai dilaksanakan dengan tujuan agar anak-anak dapat menyalurkan pengalaman emosinya melalui media kertas dan alat tulis. Emosi atau perasaan memainkan peran yang penting dalam kehidupan anak. Emosi dapat menjadi energi yang mendorong anak untuk bertindak secara konstruktif dan kreatif. Ketika anak-anak menggambar dan mewarnai gambar-gambar, dibutuhkan pendampingan oleh konselor untuk membantu menginterpretasikan gambar yang dibuat oleh anak. Teknik menggambar bermanfaat juga sebagai sebuah media untuk berkomunikasi dengan anak dan media bercerita tentang pengalaman emosional anak saat terjadinya gempa.

Belajar Sambil Bermain
Anak-anak merupakan aset negara dan penerus masa depan bangsa. Kondisi bangunan yang hancur terutama sekolah-sekolah tempat anak-anak belajar sehari-hari, mengakibatkan kegiatan pembelajaran terganggu dan tidak mungkin bagi siswa untuk melanjutkan pendidikannya. Rusak atau hilangnya tempat beraktivitas, rumah, halaman, termasuk di dalamnya sekolah merupakan kendala yang perlu dieliminasi. Apalagi bila orang tua dan guru yang selama ini mendampingi mereka tumbuh dan berkembang untuk sementara tidak dapat melakukan tugas karena musibah yang dialami.

semoga bisa bermamfaat dan menjadi pembelajaran untuk kita semua...
basrie_1986@yahoo.com

Mengenal Karakteristik Anak Indigo

Sekarang ini sering kita dengar tentang anak indigo, bahkan tidak jarang kita temui anak-anak dengan kelebihan ini di sekitar kita. Telah banyak ahli yang meneliti mengenai karakteritik atau ciri sifat yang membedakan antara anak indigo dengan anak normal yang lain. Untuk itu tidak ada salahnya jika kita mengetahui tentang karakteritik dan perilaku seperti apa yang sering ditunjukkan oleh anak indigo ini.

Anak indigo merupakan generasi baru yang terlahir di dunia ini. Anak ini memiliki karakteristik yang unik yang membedakan dengan generasi sebelumnya. Istilah indigo ini mengindikasikan aura dalam warna kehidupan. Kata indigo sendiri diambil dari nama warna yaitu indigo, yang dikenal sebagai warna biru sampai violet. Indigo sendiri juga terkait dengan indera keenam yang terletak pada cakra mata ketiga yang menggambarkan intuisi dan kekuatan bathin yang luar biasa tajam di atas kemampuan orang kebanyakan. Banyak dari mereka memiliki kelebihan dengan bakat yang luar biasa atau secara akademis berprestasi. Anak yang mengalami indigo ini mampu menunjukkan empati yang sangat dalam dan mudah merasa iba, serta tampak bijaksana untuk anak seusianya.

Anak indigo datang ke dunia dengan berbagai misi. Kebanyakan dari mereka merupakan pendobrak suatu tatanan yang salah. Mereka bertugas meluruskan ketidakbenaran dan ketidaksesuaian yang terjadi disekelilingnya. Hal ini ditunjukkan dengan perilaku mereka yang tidak patuh dan kesulitan dalam menjalankan dengan sistem yang ada, misalnya saja penolakan dan sikap kaku terhadap system pendidikan yang ada.

Anak indigo juga sering menunjukkan perilaku memberontak terhadap suatu otoritas, tidak patuh terhadap aturan atau adat, kesulitan dalam mengelola emosinya, sensitive atau rapuh. Tidak jarang pula anak menunjukkan sikap yang sangat dingin dan tidak punya perasaan. Terkadang orang akan melabel anak dengan indikasi gangguan ADD (attention deficit disorder). Bentuk perilaku tersebut terkadang menyebabkan kesulitan bagi anak-anak ini dalam melewati masa kanak-kanak, bahkan dalam melewati masa remaja (Chapman. 2006).

Menjadi indigo tidaklah mudah, tapi hal itu merupakan suatu tugas yang harus dijalankan. Anak indigo merupakan salah satu orang yang hadir dan membawa hal yang baru terhadap suatu kemajuan di bumi ini.

Jan Yordy seorang terapis yang menuliskan tentang anak indigo mencoba mengkategorikan karakteristik anak indigo yang sering ditemui :

- Memiliki keinginan yang kuat, mandiri dengan melakukan apa yang ada di pikirannya daripada mematuhi kehendak orangtua

- Bijaksana dan memiliki tingkat kesadaran dan kebersamaan yang melebihi pengalamannya;

- Secara emosi, mereka dapat dengan mudahnya bereaksi sehingga tidak jarang mereka memiliki permasalahan dengan kecemasan, depresi atau stress;

- Kreatif dalam berpikir dengan menggunakan otak kanan namun tetap harus berusaha belajar dengan menggunakan otak kiri terutama pada sistem di sekolah;

- Anak indigo sering didiagnosis mengalami ADD atau ADHD saat mereka menunjukkan perilaku impulsive (otak mereka memproses informasi lebih cepat) dan mereka harus tetap bergerak agar selalu fokus;

- Anak ini sangatlah peka dan dapat melihat, mendengar atau mengetahui sesuatu hal yang tidak dimiliki orang kebanyakan;

- Anak-anak ini belajar secara visual dan kinestetik, mereka dapat mengingat apa yang terekam dalam otak dan menciptakan melalui tangan;

- Apabila keinginan anak tidak terpenuhi, maka anak merasa kesulitan dan menjadi self centered. Meskipun hal ini bukanlah sifat sebenarnya;

- Anak memiliki potensi dan bakat yang luar biasa, namun dapat hilang begitu saja jika tidak sesuai dengan bentuk pengasuhan.

Dalam menangani anak indigo ini yang perlu diperhatikan adalah bahwa mereka memiliki kesulitan dalam mengelola emosinya. Pada beberapa anak hal ini disebabkan karena permasalahan kecemasan, kemungkinan perilaku obsesif kompulsif atau kepanikan yang berlebih (panic attack). Penyebab lain muncul karena mereka berusaha keras untuk belajar dan memahami cara yang masih tradisional atau kebiasaan rutin. Sehingga tidak jarang bagi mereka akan memiliki self esteem yang rendah dan mudah menyerah dalam mengerjakan yang diberikan (tugas sekolah misalnya). Terkadang beberapa anak indigo menunjukkan reaksi kemarahan, depresi, bahkan menyakiti diri sendiri yang berlebih yang tidak dapat dijelaskan secara logis bahkan menakutkan bagi orangtuanya.

Anak indigo memiliki getaran energi yang tinggi dengan pola yang menetap, yang kemudian ditunjukkan dengan aura warna indigo pada tubuhnya. Getaran tertinggi ini menciptakan perbedaan terhadap fungsi tubuh dan otak pada anak indigo. Kebanyakan dari mereka berpikir dengan menggunakan otak kanan. Saat stress anak kemudian mengembangkan pengaturan dalam otak, yang mengenyampingkan pemikiran logis dan proses berpikir rasional, sehingga muncul reaksi emosional yang berlebih. Ada pula anak yang menunjukkan dengan perilaku marah, kesedihan atau ketakutan yang mendalam bahkan kecemasan yang berlebih.

Memahami energi dasar dan mampu mengamati keadaan energi pada saat anak sedang tidak stabil sangatlah membantu bagi orang tua atau terapis, terutama saat bekerja sama dengan anak ini. Diperlukan adanya pemahaman dasar mengenai energi dengan mengajarkan pada mereka cara melindungi diri. Hal lain yang tidak kalah penting yaitu dengan mengajarkan anak indigo dan orang tuanya terhadap teknik dalam menyeimbangkan energi dan cara untuk mengurangi tingkat stress pada anak, sehingga anak tidak terpengaruh pada energi yang negatif.

Sumber : Ismira Dewi (kabarindonesia.com)

Pusat Pemulihan Trauma dan Intervensi Psikososial: Transformasi Budaya Partriarkhi dalam Konteks Keseteraan dan Keadilan Gender

Pusat Pemulihan Trauma dan Intervensi Psikososial: Transformasi Budaya Partriarkhi dalam Konteks Keseteraan dan Keadilan Gender

Psikososial, Bencana, Pemulihan Psikologis, dan Kemanusiaan

Transformasi Budaya Partriarkhi dalam Konteks Keseteraan dan Keadilan Gender

Oleh : Bulman Satar, Antropolog

Berangkat dari kasus Rok di Aceh Barat, ini merupakan bentuk dari obsesi maskulin sebagai implikasi dari budaya partiarki. Derajat Budaya partiarki berbeda-beda disetiap tempat.

Isu seputar keseteraan gender tampaknya akan terus bergulir dan mengemuka seiring dengan beragam dan kompleksnya tantangan yang dihadapi oleh ide ini.

Salah satu faktor utama yang sering diperdebatkan dalam banyak diskursus keseteraan gender, dan berimplikasi luas terhadap praktek-praktek diskriminasi gender adalah apa yang disebut dengan budaya partriarkhi. Budaya partriarkhi dituding telah berkontribusi besar dalam menciptakan dan melanggengkan praktek-praktek diskriminasi gender dalam banyak masyarakat dan kebudayaan di dunia.

Apa sesungguhnya budaya partriarkhi ini? Dalam perspekstif antropologi budaya partriarkhi istilah ini merujuk pada sistem kekerabatan yang memperhitungkan keanggotaan (kekerabatan) dari garis keturunan laki-laki. Sistem inilah yang kemudian, dalam spektrum sosial yang lebih luas, menjadikan laki-laki sebagai episentrum yang mendapat semacam privellege (hak-hak istimewa) dibanding perempuan dalam berbagai relasi dan struktur sosialnya, mulai dari unit paling kecil, keluarga sampai lingkup masyarakat, bahkan negara, baik dalam hak-hak sosial, ekonomi maupun politik.

Lalu kapan dan bagaimana budaya patriarkhi ini timbul? Tak diketahui pasti tapi diyakini bahwa kemunculannya sudah sangat tua setua sejarah peradaban manusia. Budaya partriarkhi ini sesungguhnya beranjak dari determenisme biologis berupa diferensiasi atas ciri-ciri biologis antara laki-laki dan perempuan yang kemudian mengalami proses identifikasi ciri-ciri mental/psikologi yang cenderung dianggap bersifat naluriah, by nature, dimana laki-laki sebagai identitas biologis diidentikkan dengan citra-citra yang lebih superior, kuat, agresif, rasional berkuasa, dan ditakdirkan menjadi pemimpin. Sementara perempuan di citrakan sebagai sosok yang lemah, lembut emosioal, dan hanya layak menjadi pendamping yang harus selalu tunduk dan patuh pada laki-laki. Identifikasi-identifikasi inilah yang lebih lanjut menghadapkan laki-laki dan perempuan dalam opisisi biner dalam berbagai aspek kehidupan sosial, seperti yang saat ini banyak digugat oleh para feminis dan aktivis perempuan.

Gugatan kritis terhadap budaya partriarki ini sendiri dapat dilacak awalnya pada era pencerahan di Eropa yang kemudian menjadi cikal bakal tumbuhnya gerakan feminisme. Lalu pasca revolusi industri yang memungkinkan terjadinya diferensiasi pekerjaan dan kecakapan-kecapakan khusus ke tingkat yang jauh lebih beragam, dan menjadi semakin drastis pada era teknologi informasi dan globalisasi saat ini, menjadikan perluasan fungsi dan peran-peran perempuan, untuk keluar dari peran-peran tradisionalnya, tidak lagi sekadar hanya dirasakan sebagai sebuah kebutuhan tapi lebih dari itu juga menjadi sebuah keharusan.

Trend dalam beberapa dekade belakangan ini pun semakin meningkatkan kesadaaran global akan pentingnya pengakuan atas kedudukan dan peran-peran perempuan dalam berbagai sektor kehidupan, sosial, budaya, ekonomi dan bahkan politik.

Namun demikian, meski di satu sisi di sepanjang sejarah perjuangan keseteraan gender peran-peran perempuan telah berkembang dengan sangat pesat, namun budaya partriarkhi tetap menjadi problem klasik dalam perjuagan keseteraan gender meski dengan tingkat dan intensitas yang berbeda-beda dalam setiap masyarakat dan kebudyaan. Ide-ide anti diskriminasi dan keseteraan gender yang mengglobal ternyata tidak lalu dengan serta merta mengeliminasi praktek-praktek diskriminasi gender yang memang lebih banyak merugikan dan memarginalkan kaum perempuan.

Langgengnya budaya partriarkhi ini secara umum dapat dikatakan disebabkan oleh karena sistem sosial, budaya, ekonomi, politik, bahkan hukum, dalam masyarakat masih berusaha mempertahankan status quo dan belum cukup mengakomodasi tuntutan-tuntutan akan penegakan prinsip-prinsip keseteraan gender ini sampai pada tingkat yang dapat dikatakan ideal. Dogma-dogma agama, keyakinan-keyakinan kultural, praktek-praktek politik, sampai aturan-aturan hukum, masih menjadi faktor penghambat sehingga kedudukan, hak, dan peran-peran sosial perempuan dirasakan masih jauh dari ideal sebagaimana dicita-citakan oleh perjuangan keseteraan gender.

Sebagai respon atas situasi ini, salah satu gagasan yang mengemuka untuk mengentaskan hambatan-hambatan ini, sebagaimana akan kita diskusikan, adalah gagasan pentingnya mentranformasi atau mendekonstruksi bangunan budaya partriarki. Dalam hal ini, intinya budaya partriarkhi diasumsikan sebagai faktor penghambat yang sangat mungkin dikontruksi ulang – untuk tidak mengatakan dihilangkan, sama sekali – hingga menghasilkan sebuah kondisi yang memungkinkan laki-laki dan perempuan dapat menjalankan fungsi dan peran-peran sosial mereka secara adil dan setara, tanpa diskriminasi.

Sebuah gagasan yang tepat tentu saja, meski agak terlambat jika dilihat sebagai sebuah gerakan, terutama dalam konteks Indonesia, dan Aceh khususnya. Namun terlepas dari itu, pertanyaan penting yang kini harus segera kita sahuti adalah : Bagaimana kita memulainya?...

Menurut hemat saya, ada beberapa aspek/strategi yang dapat kita terapkan dalam mentranformasi budaya partriakhi ini, baik secara kultural maupun struktural, yaitu

Pola Pengasuhan/Pendidikan Dalam Keluarga
Keluarga adalah unit yang paling penting dalam menanamkan prinsip-prinsip keseteraan gender. Keluarga adalah unit paling fundamental dalam membentuk personality manusia karena kita cenderung akan mengadopsi/mewarisi karakter, watak, prinsip, nilai-nilai, kebiasaan-kebiasaan yang kita lihat, rasakan dan alami dalam kehidupan keluarga.

Akses Pendidikan Terhadap Perempuan
Penegakan prinsip-prinsip keseteraan gender juga sangat ditentukan/dipengaruhi oleh sejauh mana akses pendidikan terbuka bagi perempuan, dan sejauh mana level pendidikan mungkin dan dapat diraih oleh perempuan. Kenapa? Karena pendidikan adalah sarana untuk membangun keberdayaan intelektual perempuan, dan keberdayaan intelektual adalah fundamen bagi keberdayaan perempuan di bidang sosial, ekonomi, dan politik.

Dekonstruksi Tafsir Agama.
Banyak orang mengkait-kaitkan budaya partriakhi dengan agama. Dalam konteks masyarakat muslim, tak terkecuali dalam masyarakat Aceh, ajaran Islam sering dianggap permisif dan cenderung mendukung partriarkhisme. Tapi apa benar demikian? Apa benar doktrin-doktrin Islam secara esensial mendukung partriarkhisme?
Sejauh yang saya yakini tidak. Inti permasalahan dari ideology partriarkhi tidaklah terkait dengan agama (Islam), melainkan dengan penafsiran agama, dan penafsiran agama bukanlah agama itu sendiri. Kita memiliki banyak bukti dari pesan-pesan Al-Qur’an bahwa Islam sesungguhnya tidak hanya bersikap netral, bahkan dari beberapa ayat yang kemudian diperkuat oleh hadist dan sunnah nabi, Islam sangat menghormati kedudukan perempuan.

Dekonstruksi Makna Perkawinan
Satu fakta aneh yang mengendap dalam alam bawah sadar kolektif masyarakat kita adalah kita sesungguhnya cenderung melihat dan memaknai perwakinan sebagai transaksi kepemilikan dan penguasaan laki-laki atas perempuan.
Meski terdendar sarkastik dan hampir dapat dipastikan banyak orang akan menentang pandangan ini, namun kenyaataannya perihal ini jamak terjadi dalam budaya dan masyarakat kita. Fenomena ini memang cenderung laten, kabur, karena memang dikonstruksi dan diwariskan secara kultural sehingga kita tanpa sadar menerimanya begitu saja sebagai sebuah “nilai”, sebagai sesuatu yang menjadi milik bersama sebagai warga masyarakat, tanpa pernah sempat berpikir untuk mempertanyakan dan menggugat keabsahan moralitasnya, selain juga takut akan dianggap melanggar norma-norma masyarakat jika menolak atau menentang “nilai-nilai” tersebut.

Advokasi Hak-Hak dan Perlindungan Terhadap Perempuan
Pada kenyataannya problem yang dihadapi oleh kaum perempuan bukan hanya dalam hal restriksi terhadap hak-hak yang kemudian membuat mereka berkuta hanya pada peran-peran dosmetik dan tereliminasi partisipasi mereka di ruang-ruang publik, lebih serius dari itu perempuan kerap kali juga menjadi objek kekerasan baik secara fisik maupun non-fisik.

Gerakan Sosial
Satu strategi lain yang juga dapat ditempuh dalam mentransformasi budaya partriarkhi ini adalah dengan membangun gerakan sosial yang peduli dengan keseteraan gender, khususnya di kalangan laki-laki. Jika belakangan timbul yang namanya Gerakan Laki-Laki Baru, maka tentu ini adalah sejalan dengan misi transformasi budaya partriarkhi tersebut. Beberapa aliansi yang peduli seperti CANTIK, Cowok-Cowok Anti Kekerasan, dan sekarang yang ada di Banda Aceh, KLLuKKG sesungguhnya merupakan gerakan sosial baru yang menandai paradigma baru dalam melihat dan memahami gerakan keseteraan gender.


Dikutip dari Karya:
Bulman Satar, Antropolog
materi ini disampaikan pada Kegiatan
Forum Belajar Bersama Laki-laki Baru di Aceh
Pada Tanggal 20-22 September 2011 di paviliun Seulawah