"AYo Bicara Soal Laki-Laki Baru di Aceh"

Banda Aceh, 22 Juli 2011. Kegiatan Perlombaan Pidato yang diadakan pada tanggal 19-21 Juli 2011, bertempat di kampus Politeknik Aceh-Pango Raya. Banda Aceh, Yayasan Pulih Bekerjasama dengan UN Women dan Rifka Annisa Melaksanakan lomba pidato dengan tema besar “Ayo Bicara Soal Laki-Laki di Aceh” se Aceh, dengan sub tema “ Peran Remaja dalam upaya penghapusan kekerasan terhadap Perempuan” di Aceh.

Awalnya kegiatan perlombaan tersebut akan dilaksanakan pada tanggal 4-6 Juli 2011, di tunda dikarenakan ada kesalahan tehnik dan prosudur sehingga jadwal pelaksanaan di tunda ke tanggal 19 -21 Juli 2011. Peserta kegiatan yang sudah dipersiapkan sejak bulan Mei berjumlah 20 orang terdiri dari 10 laki-laki dan 10 perempuan. Dari 20 perseta yang mengikuti perlombaan 2 peserta gugur secara sah atau terdiskualifikasi karena tidak hadir ketika perlombaan berlangsung.

Para peserta Perlombaan berasal dari Banda Aceh, yang mewakili SMU I Banda Aceh, MAN Model Banda Aceh, MAN 2 Banda Aceh dan MA Darul Ulum Jambo Tape), sedangkan peserta dari Aceh Besar berasal dari Ponpes Tgk. Nyak Umar Diyan, SMU I Peukan Bada, SMU Lubuk Ingin Jaya dan SMU I Indra Puri, peserta dari Aceh Utara berasal dari SMU 1 Matang Kuli dan terakhir peserta dari Aceh Timur dari SMU I Nurussalam.


Kegiatan Perlombaan pidato “Ayo Bicara Soal Laki-Laki di Aceh” se Aceh ini dibuka secara resmi oleh kepala Dinas Pendidikan Propinsi Aceh yang diwakili oleh sekretarisnya Bapak Zulkifli. Dalam pembukaan tersebut Bapak Zulfifli disampaikan “pentingnya pelibatan laki-laki, termasuk remaja dalam agenda penegakan keadilan gender di Aceh merupakan cara yang baik dan penting dalam meluruskan pemahaman masyarakat yang selama ini menganggap bahwa gender itu hanya diperuntukkan untuk perempuan dan urusan perempuan semata”. Di akhir pidato Bapak Zulkifli menyampaikan juga terkait sosialisasi isu gender kepada remaja di sekolah-sekolah, Dinas Pendidikan Aceh untuk tahun ini sudah membuat rancangan Draf tentang Isu-isu gender yang akan dimasukkan kedalam curikulum sekolah Menengah Umum / MA sederajat.


Yayasan pulih mengadakan perlombaan pidato “Ayo Bicara Soal Laki-Laki di Aceh” adalah bertujuan untuk : Menggali pandangan pemuda/remaja tentang laki-laki di Aceh (laki-laki itu menurut mereka itu siapa, yang bagaimana, baik menyangkut fisik (sosok badan;tampilan), psikis (pikiran;perasaan; karakter) maupun prilaku mereka);. Menggali pandangan pemuda/remaja tentang apa yang bisa dilakukan remaja laki-laki (mereka bisa berperan di mana?) dalam upaya penghapusan berbagai bentuk kekerasan (termasuk Kekerasan Terhadap Perempuan); .Menggali pandangan pemuda/remaja tentang pentingnya perubahan konsep maskulinitas (pemahaman baru tentang laki-laki, yaitu dari laki-laki yang terbiasa melakukan kekerasan menjadi laki-laki yang anti kekerasan;yang menghargai, penyayang dan saling berbagi);. Membangun kesadaran lebih banyak pihak, terutama remaja laki-laki untuk peduli, bertanggung jawab dan terlibat secara aktif bersama perempuan mengupayakan keadilan gender dan mencegah kekerasan terhadap perempuan;. Menjadi media kampanye untuk sosialisasi Ide Laki-Laki Baru (pelibatan laki-laki, di antaranya dengan menjadi laki-laki anti kekerasan); dan yang terakhir Menjadi wadah/media untuk penyaluran bakat dan minat para pemuda/remaja, sekaligus media untuk berkreasi dan mengeluarkan pendapat.


hari pertama perlombaan, peserta yang tampil pertama berasal dari SMU 1 Nurussalam bernama Ramadhan, dalam isi pidato Ramadhan, mengambil tema tentang “ Peran Pemuda dalam Upaya Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga” kemudian di susul dari Muhammad Sehat, Peserta dari MA nurul Ulum Banda Aceh, peserta dari MAN Model banda Aceh, Hasrijal mengambil Tema tentang Peran Pemuda dalam upaya Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga” dalam pidato Hasrijal sempat menyinggung tentang kecerdasan otak manusia antara laki-laki dan perempuan sangat berbeda, dan cendurung banyak orang yang melakukan kekerasan di akibatkan tidak bisa dikontrolnya emosi seseorang, sehingga kekerasan sering terjadi. Dan di akhir pidato, hasrijal menyingung tentang pentingnya keterlibatan pemuda sejak dini, dikarenakan pemuda sangat potensial di dalam agenda penegakan keadilan dan kesetaraan gender di aceh.


Hari Kedua Perlombaan dimulai dari Rofni peserta dari MA nurul Ulum Banda Aceh, sedangkan dari Pondok Pesantren Nyak Oemar Diyan Putri Riqhka berbicara tentang “ Kesetaraan Gender” isi pidato putri yang lebih menarik tentang “ tidak ada perbedaan laki-laki dan perempuan menurut islam, yang membedakan antara laki-laki dan perempuan di mata ALLAH yaitu Ketaqwaan seseorang” dan selain perbedaan tersebut, putri juga menyingkut bahwa di dalam Piagam PBB sudah di atur tentang adanya agenda penegakan keadilan gender, dan ini merupakan adenga dunia juga.

Dari semua peserta yang tampil dalam lomba pidato, bahwa pemahaman anak-anak remaja smu belum semuanya apa yang dimaksud tentang konstruksi maskulinitas, merka masih melakoni dan hayati pandangan patriarkhal, sehingga bentuknya menjadi maskulinitas yang hegemonik, yaitu konsep maskulinitas yang memandang bahwa laki-laki ideal adalah laki-laki dengan badan kekar, selalu kuat baik secara fisik maupun mental, -termasuk dilarang cengeng bahkan ketika menghadapi persoalan sangat berat sekalipun- memiliki kekuasaan dominan atas perempuan, dan bahkan “diperbolehkan” menggunakan kekerasan dalam menyelesaikan perselisihan. Karena itu, perubahan pandangan maskulinitas menjadi sangat penting untuk dilakukan sehingga terbentuk maskulintas non-hegemonik yang lebih memprioritaskan kerjasama, dialog, berbagi (sharing), dan anti-kekerasan dalam bentuk apapun.

Setelah tiga hari pelaksanaan, Tim Juri yang terdiri dari Rasyidah (Kepala Pusat study Wanita IAIN Ar Raniry), Taufik Riswan (Aktifis Perempuan) dan Sulaiman Zuhdi Manik (Direktur PKPA/Aktifis anak), menilai dan menyaring 10 peserta dengan perolehan nilai tertinggi. Ranking nilai 1-3 ditetapkan sebagai juara I. II dan III. Sedangkan 6 nilai yang tertinggi akan menjadi calon peserta favorit yang akan dipilih oleh peserta lomba pidato.

Dari Hasil akhirnya Juara I diraih oleh Putri Rizqa Fithri dari PONPES TGK Nyak Umar Diyan-Indra Puri berasal dari Aceh Besar, Juara II diraih oleh Rofni dari Madrasah Aliyah Darul Ulum Banda Aceh dan juara III jatuh kepada Ramadhan utusan dari SMU I Nurussalam. Aceh Timur. Sedangkan juara favorit jatuh ke SMU I Banda Aceh yaitu atas nama Dea Dhanica Aliffa.
Proses Prosentase penilaian ditekankan pada konten yaitu meliputi pemahaman konsep, perspektif dan pengetahuan menyangkut isu gender dan Kekerasan Terhadap perempuan, disamping retorika, interaksi dengan audiens dan penggunaan waktu sebagai sebuah perlombaan pidato tentunya.

Melalui kegiatan perlombaan pidato “Ayo Bicara Soal Laki-Laki di Aceh” ini juga diharapkan dapat mengkomunikasikan/mensosialisasikan ide rekonstruksi konsep maskulinitas, yaitu melalui penguatan pengetahuan dan kesadaran (awareness) di kalangan remaja.
Dari tiga hari pelaksanaan kegiatan perlombaan pidato “Ayo Bicara Soal Laki-Laki di Aceh” dan dari ke 18 peserta yang berpidato ini, terpetakan bahwa pengetahuan para pelajar SMU/sederajat tentang “isu;konsep gender dan Kekerasan Terhadap Perempuan” masih sangat terbatas. Ini tergambar baik dari naskah yang ditulis oleh para peserta sebagai salah satu syarat mengikuti lomba maupun dari materi yang mereka pidatokan_RH

Kami “ Berubah” untuk Indonesia yang Lebih Baik

Bersyukur dan gembira, Perencanaan Strategis Yayasan Pulih untuk tahun 2012 – 2014 minggu lalu berlangsung dengan dinamis dan produktif. Salah satu hasil yang sangat penting adalah perubahan pada visi misi Yayasan Pulih yang akan berlaku mulai 2012 menjadi

Visi
Terwujudnya masyarakat sejahtera dan tangguh melalui penguatan psikososial yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan HAM

Misi
(1) Mengarusutamakan penguatan psikososial untuk rakyat dalam pelayanan publik
(2) menguatkan peran psikologi dalam proses hukum untuk mendukung tercapainya keadilan dalam penanganan kasus kekerasan
(3) Menguatkan kapasitas psikososial lembaga dan pekerja kemanusiaan
(4) Menjadikan Pulih lembaga acuan utama model penguatan psikososial bagi penanganan kekerasan pada kelompok rentan
(5) Menjadikan Pulih organisasi yang kompeten, terjangkau, terpercaya, mandiri dan terus berkembang

(visi dan misi Pulih sebelumnya masih bisa dilihat di www.pulih.or.id)
Kenapa kami “berubah”?

Sepanjang 8 tahun sejak berdirinya, Pulih berusaha untuk tetap memberikan kontribusi yang nyata pada anda, masyarakat Indonesia. Berbagai perubahan sosial dan bencana alam yang terjadi di Indonesia sedikit banyak ikut mempengaruhi perjalanan Pulih dan juga perkembangan Pulih untuk kerja-kerja pemulihan dan penguatan psikososial.

Namun berbagai tantangan, hambatan, peluang dan kesempatan menuntut Pulih untuk berbenah diri.

Begitu banyak ketidakpastian yang harus dihadapi Pulih ketika mencoba melihat ke masa depan... Isu keberlangsungan lembaga antara lain soal-soal sumberdaya manusia/SDM, sumberdaya keuangan, dinamika perubahan dan persoalan baik secara internal terlebih eksternal adalah hal-hal yang harus menjadi fokus perhatian.

Disisi lain, kami bersyukur, Pulih memiliki orang-orang yang peduli pada keberlangsungan kami. masukan-masukan dari anda: Kerabat Pulih, Mitra Kerja Pulih, Pemerintah, Penerima manfaat, orang-orang yang peduli pada kami serta masukan evaluasi kelembagaan dan diskusi-diskusi internal menambah keyakinan bahwa kami harus “Fokus dan berbenah diri”

Karena itu dengan melalui visi dan misi kami yang baru, serta penataan internal melalui perumusan tujuan strategis Pulih yang menyasar pada pembenahan-pembenahan internal, kami berdoa agar Pulih terus Hidup ditengah-tengah anda, dan bisa terus “Mewujudkan masyarakat sejahtera dan tangguh melalui penguatan psikososial yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan HAM”

Terimakasih kami ucapkan bagi semua pihak yang memberikan masukan baik secara langsung atau tidak langsung, kepada seluruh Dewan Pengurus Yayasan Pulih, seluruh staf Pulih kantor pusat Jakarta dan area Aceh, dan tidak lupa kepada fasiliator kami yang sangat fasilitatif dan kritis dalam membantu Yayasan Pulih memberikan kerangka baru pada kerja-kerja kami: Antonius Waspotrianto (mas Waspo).

Panjang umur Yayasan Pulih!

Renstra 1 Tahun Laki-laki Baru di Aceh

Banda Aceh, 29 Juni 2011, Aliansi Laki-Laki Baru (ALLB) di Aceh melaksanakan pertemuan untu mendiskusikan Rencana Strategis untuk waktu 1 tahun (Juli 2011- Juni 2012). Bertempat di Hotel Diana, pertemuan Renstra tersebut dilaksanakan selama 3 hari, yaitu dari tanggal 21-23 Juni 2011. Para peserta Renstra tersebut adalah anggota ALLB di Aceh, yaitu terdiri dari : An Nisa Center, Aktifis Perempuan, BP3A Aceh, Bungong Jeumpa, Balai Syura, CCDE, Dinas Pendidikan Aceh, GERAK Aceh Besar, Mahasiswa IAIN, KKTGA, Kontras Aceh, Koalisi NGO HAM Aceh, Sri Ratu, PKPA, PSG Unsyiah, PSW IAIN, PCC, RPuK, UNWomen, Violet Grey, YAB, dan YRBI.

Diskusi pada pertemuan Renstra ini dengan merujuk dan mempertimbangkan hasil diskusi worshop sehari (26 Mei 2011) yang lalu. Bedanya pada pertemuan Renstra kali ini teman-teman ALLB di Aceh mendiskusikannya secara lebih mendalam dan terperinci sehingga dapat menjadi Rencana Srategis jaringan yang akan membantu proses-proses keja jaringan ke depan.

Pada pertemuan tersebut didiskusikan beberapa hal terkait ide;jaringan Laki-laki baru di Aceh, yaitu; nama jaringan, prinsip-peinsip jaringan, isu dan langkah strategis, perubahan yang ingin dicapai, pemetaan kapasitas yang ada atau dipunyai anggota jaringan untuk mendukung tercapainya perubahan yang diharapkan dan Rencana Tindak Lanjut (RTL) selama satu tahun. Terkait prinsip-prinsip kerja jaringan, berdasar masukan-masukan dalam forum bertambah satu prinsip, yaitu “keberlanjutan”. Lengkapnya, prinsip-prinsip tersebut adalah : Inklusif, Saling Menghargai, Anti Diskriminasi, Anti kekerasan, Timang, Musawwa, Meuseuraya (dari hasil workshop) dan Berkelanjutan.

Berdasar pemetaan situasi dan kondisi ketidakadilan gender di Aceh, yaitu:
1.Budaya partarkhal yang masih kental
2.Tafsir agama yang bias gender
3.Adanya stigma terhadap laki-laki yang peduli dengan persoalan gender.
4.Ketidaktersediaan informasi tentang menjadi laki-kali yang humanis.
5.Belum ada kelompok laki-laki untuk mendorong keadilan dan kesetaraan gender.

Kemudian dirumuskan tiga isu strategis, yakni :
1.Membangun Budaya yang lebih Adil
2.Meningkatkan Kapasitas Laki-Laki Baru (ALLB) di Aceh
3.Membangun jaringan ditingkat lokal agar kerja-kerja ini dapat diterima di masyarakat.

Terkait isu-isu strategis tersebut, disepakati forum bahwa perubahan-perubahan yang diharapkan akan terjadi adalah hanya pada lingkup pribadi dan komunitas;masyarakat saja, belum pada lingkup lembaga/institusi dan struktural. Hal ini karena mempertimbangkan bahwa untuk saat ini yang paling realistis –baik karena kapasitas yang ada maupun khasnya kondisi pratiarki masyarakat di Aceh- untuk dilakukan dalam masa satu tahun adalah perubahan pada dua level perubahan itu saja.

Melengkapi hasil diskusi, juga dipetakan kapasitas-kapasitas yang dipunyai ALLB di Aceh yang diharapkan dapat mendukung tercapainya harapan-harapan, yaitu terjadinya perubahan-perubahan yang telah dirumuskan bersama.

Hasil-hasil diskusi :
Dari isu pertama “Membangun budaya yang lebih adil”, perubahan yang bisa dilakukan, antara lain:
1.Individu yang bisa memahami kesetaraan dan keadilan gender,
2.Laki-laki tidak merasa enggan atau minder bila bekerja dengan perempuan atau kerja-kerja domestik dalam keluarga.
3.Bagaimana Masyarakat mulai menerima dan memahami peran-peran domestik yang dilakukan oleh laki-laki,
4.Tidak ada stigma buruk bagi laki-laki yang bekerja untuk isu perempuan.
5.ALLBi bisa melakukan pendekatan terhadap media dengan Harapan adanya pendekatan dan forum diskusi dengan para jurnalis laki-laki yang yang menulis isu kesetaraan dan keadilan gender secara sinergisasi dengan gerakan perempuan untuk mengadvokasi media cetak atau elektronik yang melek dan bisa mengkampanyekan isu kesetaraan dan keadilan gender di Aceh.

Dari isu ke dua : “Kapasitas komunitas Laki-Laki Baru di Aceh”, perubahan yang bisa dilakukan adalah:
1.Perubahan perilaku untuk individu/ komunitas.
2.Meningkatnya kapasitas aktivis laki-laki dalam mengimplementasikan gerakan kesetaraan gender dan keadilan gender di dalam keluarga, organisasi, dan masyarakat dan yang terakhir bagaimana
3.Setiap individu yang tergabung dalam gerakan ALLB memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk mentransformasikan konsep menjadi laki-laki yang humanis.

Dan yang terakhir, dari isu strategis ke tiga “Membangun jaringan di tingkat lokal agar kerja-kerja gerakan bisa diterima masyarakat”, perubahan yang diinginkan antara lain:
1.Bagaimana Jumlah anggota ALLB di Aceh bisa bertambah,
2.Jumlah keterlibatan orang dalam kegiatan “kesetaraan gender” meningkat(terutama yang laki-laki).
3.Isu tentang laki-laki peduli kesetaraan gender dan komunitas laki-laki untuk keadilan dan kesetaraan gender” menjadi marak dibicarakan di media juga warung kopi (warkop merupakan alternatif tempat diskusi berbagai isu di Aceh) dan bagaimana Isu laki-laki peduli keadilan dan kesetaraan gender menjadi warna tersendiri di kelompok-kelompok anggota ALLB di Aceh.

Catatan Penting,
Nama gerakan Laki-Laki Baru di di Aceh sebelum dilaksanakan Renstra I ini adalah Aliansi laki-Laki Baru (ALLB) di Aceh. Dalam Renstra I ini dan setelah diskusi panjang dan alot, disepakati untuk dirubag menjadi Komunitas Laki-Laki untuk Keadilan dan Kesetaraan Gender di Aceh, disingkat KLLuKKG di Aceh.

Rencana Tindak Lanjut,
Berdasar masukan-masukan dari forum dan setelah diskusi mendalam, telah disepakati bahwa kerja-kerja gerakan KLLuKKG di Aceh ini akan dilaksanakan secara bersama-sama dan saling bertanggumngjawab sesuai kapasitas dan peran masingmasing yang juga telah disepakati. Adapun menyangkut mekanisme koordinasi untuk satu tahun ini (Juli 2011-Juni 2012), maka dikoordinatori oleh Pulih Aceh.

Laki-laki sebagai Mitra Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan


Tidak semua laki-laki sebagai pelaku kekerasan, walaupun faktanya, laki-laki merupakan pelaku dominan kekerasan terhadap perempuan. Laki-laki memiliki peranan penting dalam penghapusan kekerasan terhadap perempuan. Laki-laki bukan musuh. Laki-laki hendaknya dijadikan partner yang bertanggungjawab untuk terkondisinya keadilan gender.

Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan
Di Indonesia, tahun 2010, Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyatakan, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) mencapai sekitar 100 ribu kasus dan terdapat 3.530 kasus kekerasan terhadap perempuan di ruang publik seperti pemerkosaan, pencabulan dan pelecehan seksual. Disebutkan, 96 % dari total kasus kekerasan terhadap perempuan terjadi dalam rumah tangga. 

Di Sumatera Utara, catatan akhir tahun Perempuan Sumatera Utara 2010 menyatakan, jumlah perempuan korban kekerasan berbasis gender (KBG) masih tinggi. Data Januari-Oktober 2010, dari total 85 kasus yang ditangani, 69% merupakan KDRT, lebih setengahnya kekerasan psikis, kemudian kekerasan fisik, kekerasan seksual dan pencabulan terhadap anak dan perempuan dewasa.

Di Aceh, data Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (BP3A), tahun 2006 hingga 2010, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak meningkat. Tahun 2006 sebanyak 19 kasus dan tahun 2010 tercatat 188 kasus, didominasi KDRT seperti pemerkosaan, pemukulan, pencabulan dan pelecahan seksual.
Pihak-pihak tersebut mengakui, jumlah kasus yang dilaporkan maupun diberitakan media massa merupakan fenomena gunung es, banyak kasus tidak dilaporkan dengan berbagai alasan, dari pilihan dan keterpaksaan korban, keluarga, lingkungan atau "sistem" di lokasi tersebut. 

Komnas Perempuan menyatakan, relasi kuasa yang timpang antara perempuan dan laki-laki serta perangkat hukum yang belum maksimal melindungi perempuan dari kekerasan, diantara faktor penyebab terjadinya kekerasan terhadap perempuan. Selain itu, para pejabat publik belum memiliki perspektif gender yang baik. Kapasitas penyelenggara negara memberikan layanan kepada perempuan korban tindak kekerasan juga sangat mengkhawatirkan. Perangkat sarana dan prasarana untuk memastikan korban mendapatkan keadilan tidak tercapai seperti diamanahkan undang-undang. 

Di Sumatera Utara dan Aceh, ekonomi disebutkan sebagai faktor penting. Pernikahan dini juga berkontribusi menyebabkan terjadinya kekerasan terhadap perempuan. Lalu, di Sumatera Utara, APBD juga dianggap belum sensitif gender dan tidak pro rakyat miskin, sementara arena pengambilan keputusan sangat lemah dalam perspektif gender.

Kekerasan Juga Masalah Laki-laki
Kekerasan bukan masalah perempuan semata. Beberapa penelitian mengenai KDRT kurun 25 tahun menunjukkan laki-laki dan perempuan memiliki kemungkinan untuk menjadi pelaku maupun korban kekerasan. Prof. Murray Straurs menyatakan beberapa studi menunjukkan bahwa perempuan mungkin, atau lebih mungkin, melakukan kekerasan terhadap laki-laki. Satu penelitian menemukan, 36% dari korban KDRT adalah laki-laki. Selain itu, laki-laki lebih cenderung untuk tidak melaporkan kekerasan yang mereka alami, dan biasanya polisi lebih mungkin untuk menangkap laki-laki dibandingkan perempuan dalam kasus domestik. Selama ini kampanye penghapusan KDRT lebih difokuskan kepada perempuan sehingga mereka lebih sadar akan masalah ini sebagai kejahatan, atau terbangunnya opini; pelaku KDRT laki-laki. Bagi laki-laki, kasus yang "tidak mungkin" dilaporkan ini menimbulkan beban psikologis tambahan. (www. vortxweb.net/gorgias/mens_ issues).

Peneliti Inggris, Anna Randle, PsyD, yang meringkas berbagai penelitian mengenai efek KDRT pada laki-laki dua dekade terakhir menyatakan, walaupun sebagian besar KDRT yang dilaporkan dilakukan laki-laki terhadap perempuan tapi penting untuk memperhatikan prevalensi kekerasan terhadap laki-laki terutama dari aspek psikologis. Menurutnya, laki-laki yang disalahgunakan oleh mitra perempuan mereka dapat menderita trauma psikologis signifikan, seperti gangguan stress pasca-trauma, depresi dan pikiran untuk bunuh diri.

Di Jerman, satu penelitian untuk melihat spektrum kekerasan interpersonal terhadap laki-laki (Ludger Jungnitz, dan kawan-kawan: 2004 dalam www. bmfsfj.de), menemukan variasi kekerasan yang dialami sejak anak-anak, remaja hingga dewasa yang terjadi di lingkungan, lingkungan kerja dan kehidupan sehari-hari, walaupun pria yang diwawancarai ada mengaku bahwa hal tersebut tidak dianggap sebagai kekerasan, seperti tindakan kekerasan fisik di depan umum dianggap sebagai perselisihan biasa. 

Di Indonesia, konstruksi tidak adil gender dan konsep maskulinitas dalam budaya patriarkhi bukan hanya berdampak terhadap perempuan, tetapi juga kepada laki-laki. Harapan, didikan hingga paksaan agar seorang laki-laki kuat, gagah, berani, tidak cengeng, tidak menangis, mandiri dan lain-lain merupakan beban tersendiri bagi laki-laki sejak dari kecil dan hal tersebut sangat mempengaruhi tumbuh-kembang dan kehidupan mereka sehari-hari hingga dewasa. Anak laki-laki tidak boleh menangis, kalau menangis namanya cengeng. Anak laki-laki harus kuat dan berani, kalau tidak kuat dan berani bukan laki-laki, dan seterusnya.

Kendati setiap orang memiliki mekanisme pertahanan diri namun konstruksi dan reproduksi demikian, beberapa penelitian menemukan, banyak merasa tegang, cemas, kewalahan, terancam, terhina, diremehkan, merasa ditinggalkan, ditolak atau kehilangan harga diri. Penggagas the new psychology of men menyatakan, banyak laki-laki mengalami trauma keterpisahan dini, kendati pada saat lain laki-laki diberikan previledge dalam rangka pengembangan identitas laki-laki yang dikontruksi tersebut. Bagi anak perempuan, tidak jarang peran sosialnya dimarginalkan agar menjadi perempuan yang diharapkan.

Laki-laki Sebagai Mitra
Tahun 2007, konferensi dengan tema Men as Partners to End Violence Against Women yang dilaksanakan UNIFEM dan Ministry of Social Development and Human Security Thailand mengakui; laki-laki bukan saja pelaku, tetapi korban kekerasan, sehingga laki-laki hendaknya tidak dijadikan musuh, melainkan sebagai mitra dan sahabat untuk mengakhiri segala bentuk kekerasan terhadap perempuan. Sebelumnya, tahun 1999, Jurnal Perempuan, telah menggagas inisiatif keterlibatan laki-laki dalam menegakkan keadilan gender melalui Deklarasi Cowok Cowok Anti Kekerasan. Secara nasional, tahun 2009, beberapa LSM di Indonesia telah menggagas Aliansi Laki-laki Baru untuk melibatkan laki-laki dalam mencapai keadilan gender.

Di Aceh aliansi ini mulai digagas sejak 2009. Aliansi ini, dikatakan Nur Hasyim, dari Rifka Annisa, pada seminar Aliansi Laki-Laki Baru (ALLB) Aceh, 26 April 2011, merupakan gerakan challenging asumsi tentang arti menjadi laki-laki yang selama ini diyakini laki-laki sebagai hasil konstruksi sosial budaya patriarkhis yang memberikan previllage dan kekuasaan yang berpotensi mendominasi dan mendiskriminasi perempuan. Gerakan ini akan mentransformasi konsep menjadi laki-laki yang tidak lagi dilandasi oleh dominasi akan tetapi berbagi tanggungjawab, saling menghargai dan cinta kasih. 

Menurut Dian Mariana, dari Yayasan Pulih, gerakan ini sekaligus akan mengontrol anggotanya untuk tidak menjadi pelaku kekerasan terhadap perempuan. Anggota yang aktif akan berfikir 100 kali untuk melakukan tindak kekerasan terhadap perempuan. Efeknya, forum ini bisa menjadi contoh bagi laki-laki lain sehingga secara signifikan akan turut menurunkan angka kekerasan terhadap perempuan.

Keterlibatan laki-laki bukan bermakna untuk membajak dan mereduksi peran perempuan yang telah berlangsung selama ini, akan tetapi bagian dari gerakan perempuan untuk keadilan gender. Selama ini, masih ada anggapan upaya pemenuhan hak-hak maupun penghapusan segala bentuk diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan agenda perempuan saja. Pada pihak lain muncul asumsi, gerakan tersebut sebagai upaya perempuan mereduksi peran dan fungsi laki-laki yang dipahami oleh laki-laki. Gerakan ini akan merubah cara pandang terhadap laki-laki sebagai pelaku kekerasan, menjadi laki-laki sebagai sahabat untuk penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan. 

Dengan demikian, keterlibatan laki-laki dalam penghapusan kekerasan terhadap perempuan merupakan bagian penyelesaian masalah pada perempuan dan laki-laki itu sendiri, dari aspek primer, sekunder dan tersier. Laki-laki harus dibebaskan dari perannya selama ini sebagai pelaku kekerasan terhadap perempuan. Laki-laki juga memiliki peran untuk mensosialisasikan kepada rekannya sesama laki-laki.***
Banda Aceh, 07 Mei 2010
di tulis Oleh: Sulaiman Zuhdi Manik

LAPORAN TAHUNAN YAYASAN PULEH ACEH TAHUN 2010

KEGIATAN RUTIN YAYASAN PULEH ACEH
Pada tahun 2010, kegiatan rutin yang dilakukan di yayasan puleh area aceh,sebagai berikut:
A.   Operasional Kantor
Pada tahun 2010, yayasan Puleh Aceh masih di pimpin oleh Dian Marina Sebagai Koordinator Area yang dibantu oleh 7 orang Staf

Kegiatan operasional kantor yang dilakukan merupakan kegiatan rutin, seperti :
Mengelola seluruh Sumber Daya yang  ada di puleh Aceh (SDM, Keuangan, Asset) dan mengelola Seluruh Program yang sedang dijalankan oleh Puleh Aceh.  

Kegiatan operasional ini dilakukan oleh tim Managemen Puleh Aceh, yang terdiri dari: Koordinator Area, Staf Admin dan Keuangan, Staf Layanan Langsung, Staf Pengembangan Kapasitan dan Staf Riset, Publikasi dan Dokumentasi.

B.   Klinik Layanan Langsung
Pada tahun 2010, Divisi Layanan Langsung Yayasan Puleh Aceh Khususnya Bagian Klinik telah  memberikan penanganan psikologis terhadap 8 kasusu kekerasan terhadap perempuan dan anak yang terdiri dari:
-       3 Kasus Kekerasan terhadap Perempuan
-       5 kasus kekerasan terhadap Anak

Ke Delapan (8) kasus tersebut: 2 kasus berasal dari rujukan dari lembaga lain, 2 kasus berasal dari rujukan jaringan penanganan kasus dan 4 kasus  langsung mengakses layanan klinik puleh yang memperoleh informasi tentang keberadaan klinik tersebut.

Petugas yang memberikan pelayanan di klinik layanan langsung puleh aceh,  terdiri dari: Fatmawati Luthan (Konselor), Dian Marina (Konselor), Haiyunnisa (Psikolog) dan Jackie Viemilawati (Psikolog).

C.   Riset Publikasi dan Dokumentasi
Pada tahun 2010, Divisi Riset, Publikasi dan Dokumentasi lebih banyak memberikan support khusus pada program layanan masyarakat, yaitu program pengembangan kapasitas P2TPA aceh timur. Kegiatan yang dilakukan adalah: pendokumentasian program berupa pengambilan foto dan audio visual, Notulensi setiap kegiatan dan membantu proses pengembangan Modul dan alat psikoedukasi pada program tersebut.

D.   Networking dan Advokasi
pada tahun 2010, yayasan puleh ikut berperan aktif pada kegiatan-kegiatan advokasi dan penanganan kasus, melalui jaringan kerjasama lintas sektor yang ada di Aceh, seperti: jaringan Penanganan kasus, jaringan gerakan Perempuan Aceh dan gender Working Group. Melalui Kerja-kerja jaringan tersebut, yayasan Puleh Aceh telah mengambil peran penting dalam upaya pelayanan psikologis pada beberapa kasus kekerasan perempuan dan anak yang di advokasi dan di layani pada jaringan penanganan kasus.

Melalui kerja-kerja jaringan tersebut, yayasan puleh sepanjang tahun 2010, lebih dikenal dikalangan Pemerintah maupun Organisasi Non Pemerintah, hal ini dapat di ketahui  melalui banyaknya undangan yang masuk ke yayasan puleh aceh pada kegiatan-kegiatan di Organisasi-organisasi tersebut, baik sebagai perserta maupun sebagai narasumber.

E.    Penguatan Kapasitas Staf
Pada tahun 2010, puleh aceh memberikan kegiatan penguatan pengembangan kapasitas melalui  serangkaian kegiatan: Training of Trainer Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak, dari kegiatan ToT tersebut dipilih 6 orang training yang berasal dari yayasan puleh untuk menjadi fasilitator pada rangkaian training di laksanakan di aceh timur dan dibeberapa tempat lain. Selain itu yayasan juga memberi kesempatan dengan mengirim stafnya untuk mengikuti kegiatan: seminar, Pelatihan, Workshop yang di adakan oleh lembaga lain.

KEGIATAN PROGRAM YAYASAN PULEH ACEH 2010
A.   Program Penguatan Kapasitas bagi Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Aceh Timur  dan Mitra jaringanya, untuk Pencegahan dan Penanganan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak.
Pada Februari hingga Agustus 2010, Yayasan Puleh melakukan program penguatan kapasitas bagi pusat pelayanan terpadu pemberdayaan perempuan dan anak (P2TP2A) aceh timur. Dalam menjalankan program ini yayasan puleh memberikan tecnical assisten khusus penanganan psikologis bagi perempuan dan anak korban kekerasan berkolaborasi dengan Kelompok Kerja transpormasi Gender Aceh (KKTGA) yang memberikan tecnical Assisten khusus pendampingan hukum bagi perempuan dan anak korban kekerasan. Program ini  di danai oleh IRD Serasi-USAID. beberapa rangkaian kegiatan sebagai berikut:
-         Seminar Sosialisasi Publik tentang Upaya Pencegahan dan Penanganan Kasus Kekerasan terhadap perempuan dan anak di Aceh Timur
-       Workshop Pelibatan Partisipasi Tokoh Adat dan Tokoh Agama dalam mendukung upaya pencegahan dan penanganan korban kekerasan terhadap perempuan dan anak.
 -    TOT Penguatan dan Pemulihan Psikososial sebagai  Upaya Pencegahan dan Penanganan Korban Kekerasan terhadap perempuan dan anak (penjaringan calon fasilitator untuk memfasilitasi training Penguatan dan Pemulihan Psikososial bagi perempuan dan anak korban kekerasan). Melalui kegiatan ini, terjaring 6 orang calon fasilitator/trainer dari 15 orang peserta TOT
-      Rangkaian Training Penguatan dan Pemulihan Psikososial sebagai Upaya Pencegahan dan Penanganan Korban Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak, bagi 124 peserta yang berasal dari, 28 Personel P2TP2A Aceh Timur, 24  Tenaga Medis di Puskesmas 24 Kecamatan di Aceh Timur, 24 Tenaga Pekerja Sosial dari 24 Kecamatan, 24 orang Aparat Penegak Hukum, 24 orang dari LSM dan Ormas pemberi layanan kepada perempuan dan anak korban kekerasan.

B.   Program penguatan kapasitas pusat pelayanan terpadu Pusat Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A)  dan masyarakat Aceh Timur, upaya Pencegahan dan Penanganan Korban  Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak (Program Lanjutan).
Program ini merupakan program lanjutan dari pada penguatan kapasitas P2TP2A sebelumnya, adapun rangkaian kegiatanya sebagai berikut:
 -  Workshop Pengembangan Draft Modul dan Alat Edukasi tentang Pemulihan Psikososial bagi Perempuan dan Anak Korban Kekerasan
-       Workshop Finalisasi Modul dan Alat Edukasi
-      Workshop Pembentukan Jaringan Penanganan Korban Kekerasan terhadap Perempuan dan anak
-       Training Pemulihan  Psikososial bagi Kader Pemberi layanan tingkat Desa dari 2 Desa Pilot Project yaitu Desa Seuneubok Simpang Kec.Darul Aman dan Desa Beusa Seberang Kec. Peureulak Barat.
-       Training Dasar Mediasi untuk Transformasi Konflik Kasus Kekerasan terhadap perempuan dan anak, bagi aparat desa dari 2 Desa Pilot Project.
-       Bersama dengan para kader melakukan kegiatan Community Discussion (Diskusi komunitas) untuk sosialisasi tentang Upaya Pencegahan dan Penanganan Kasus Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak di 2 Desa Pilot Project.
-       Community Forum, 2 Desa Pilot berkumpul untuk melakukan case conference atau berbagi pengalaman tentang upaya pencegahan dan penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak korban kekerasan.
-       Pencetakan Modul dan Alat Edukasi
-       Lounching/Peluncuran dan Distribusi  Modul dan Alat Edukasi tentang Pemulihan Psikososial sebagai Upaya Pencegahan dan Penanganan Kasus terhadap Perempuan dan Anak Korban Kekerasan.


Pertemuan Diskusi Reguler

Banda Aceh 2 Juni 2011. Menindak lanjuti Pertemuan Diskusi Reguler yang diadakan di Musium Aceh pada tanggal 26 April 2011. Yayasan Puleh Kerjasama dengan UN Women dan Rifka Annisa Kembali Mengadakan Diskusi Reguler Tahap II dan III, kegiatan Kali ini dilaksanakan di Kantor Yayasan Puleh Area Aceh pada tanggal 26 May 2011. Dalam pertemuan Diskusi Reguler dihadiri 16 Mitra Jaringan yang terdiri dari: Aktivis Gender, Annisa Centre, Balai Syura, COTE, Mahasiswa , KKTGA, Kontras Aceh, Koalisi NGO HAM, PCC, Pemuda Muhammadiyah, PSW IAIN Ar-Raniry, PSG Unsyiah, Violet Grey sedangkan dari YRBI,  BP3A, PeMa IAIN Ar-Raniry, Yayasan Bungong Jeumpa tidak bisa hadir di sebabkan Jadwal pertemuan antara kegiatan yang diadakan saling beradu jadwal.
Pertemuan kegiatan Diskusi dimulai pukul 09:30 WIB, dibuka oleh Dian Marina  Selaku Koordinator Area Puleh Aceh, dalam pembukaan tersebut, Dian Marina menyampaikan “  Forum ini adalah forum dimana laki-laki bicara soal Gender, dan sebenarnya ide, wacana tentang lelaki baru, sudah sering disampaikan tetapi masih sendiri-sendiri. Bahkan gerakan ini dianggap gerakan perempuan, padahal banyak laki-laki di luar sana yang ingin berkontribusi tetapi tidak memiliki wadah. Sehingga pada diskusi pertama kemarin timbul kegelisahan apakah aliansi ini akan menjadi gerakan baru, atau dimana posisinya dalam gerakan perempuan”. Kemudian Iskandar berasal dari People’s Crisis Centre Menguatkan Ide yang disampaikan Dian Marina, beliu lebih banyak bercerita tentang “pendekatan terhadap laki-laki harus dibagi menurut teritorial, misalnya di perkotaan orangnya agak terbuka, dan ini akan lain halnya ketika kita melakukan pendekatan di pedesaan misalnya. Pengalaman bermain di tingkat desa itu tidak terlalu sulit bicara dengan laki-laki, mereka pasti berkumpul, di meunasah, warung kopi, pos jaga, bisa dimanfaatkan itu. Jadi menurut saya pendekatannya teritorial yang harus di utamakan”.
Kemudian ide tersebut di perkuat oleh Taufik Riswan dari RpuK, tentang pentingnya pelibatan laki-laki yang bergerak dalam ormas-ormas islam, misalnya pemuda anshor, PERTI pemuda muhammadiyah. Menurut Taufik Riswan mereka memiliki jaringan sampai ke desa-desa, hal ini lebih banyak peluang untuk mendialog-kan itu di tingkat provinsi, karena  mereka memiliki pemikiran yang lebih terbuka, sehingga ketika mereka membawa ke daerah akan lebih gampang penerimaannya ketimbang kita yang membawa. Farid Muttaqin dari UN WOMEN juga memberi tanggapan tentang ”bahwa kita harus kuat terlebih dahulu dengan tideologi tentang tidak ada kompromi dengan kata “kekerasan”. Terus bagaimana menghadapi orang-orang yang menganggap bahwa apa yang mereka lakukan itu bukan kekerasan, sementara menurut kita itu kekerasan ?. Kita tidak melihat tindakan, selalu konsern, tindakannya bisa apa saja. Menyayangi istri bisa jadi sangat patriarkhi! Kita berusaha menyentuh ideologi dibalik tindakan-tindakan itu. Bahwa musuh kita adalah segala bentuk kekerasan. Juga sumber ideologi patriarkhinya”.
Di awal pembukaan diskusi, Dian Marina selaku yang memimpin diskusi menyimpulkan beberapa point penting, antara lain: memperhatikan faktor teritorial. Melihat kelompok laki-laki yang sudah melek gender dan konsern terhadap gerakan gender, kaum aktifis, pekerja kemanusiaan. Penting juga menyasar kelompok muda, menggunakan media untuk raising awareness. Dan untuk konteks Aceh, penting mempertimbangkan faktor sosial budaya. Perlu strategi, siapa yang disasar, dan siapa yang menyampaikan, lalu apa kepentingannya. Narasumber yang potensial untuk menyampaikan issu gender.
Selanjutkan dilanjutkan dengan diskusi tentang prinsip-prinsip dari gerakan Laki-laki Baru.
Dari hasil diskusi tentang apa saja prinsip-prinsip Laki-laki Baru di Aceh, maka peserta Diskusi menyimpulkan 7 Prinsip laki-laki baru, antara lain:
1.   Terbuka, inklusif
2.   Timang
3.   Meusawa
4.   Meuseuraya
5.   saling menghargai
6.   anti kekerasan
7.   anti diskrminasi
Dari 7 Prinsip yang ada, 3 diantaranya  menggunakan istilah bahasa Aceh, menurut salah satu peserta Diskusi “bahwa ini merupakan salah satu kekayaan dan Nilai Budaya Aceh yang mesti dilestarikan dan dilindungi, jika Prinsip Aliansi laki-laki Baru menggunakan Bahasa Aceh, maka harus ada penjelasan dan arti yang jelas. Karena inilah yang bisa membedakan antara gerakan aliansi laki-laki baru di aceh dibandingkan di tempat lain”.
Kemudian dilanjutkan dengan diskusi tentang isu Stategis. menurut salah satu peserta Diskusi, Ada 3 cluster yang bisa kita tawardiskusikan berkaitan dengan isu Strategis, diantaranya:
1.   Konstruksi budaya harus dibarengi dengan kemauan untuk membangun budaya yang lebih adil
2.   karena kerja yang penuh tantangan itu, perlu peningkatan kapasitas terhadap laki-laki baru
3.   Memperkuat jaringan baik di tingkat lokal, nasional, dan internasional, agar kerja ini bisa diterima di masyarakat.
Dari Ke 3 Cluster tersebut disimpulkan bahwa Isu strategisnya Pertama tentang budaya adat Aceh, kemudian persoalan agama, bagaimana mendekonstruksi budaya patriarkhi ke budaya yang lebih setara. Keduan bagaimana melakukan penguatan kapasitas baik ke dalam maupun ke masyarakat. Dan ketiga yaitu bagaimana memperluas dan memperkuat jaringan. Bekerjasama dengan jaringan lain dalam rangka memperkuat jaringan aliansi laki-laki baru Aceh ini.
Pada sesi terakhir, para peserta diskusi melakukan pemetaan tentang penguatan Capacity Building untuk teman-teman yang akan terlibat dalam Jaringan Aliansi Laki-laki Baru, dari hasil Diskusi menyimpulkan beberapa Penguatan yang perlu diberikan dalam upaya penguatan kepada kawan-kawan dan jaringan Aliansi Laki-laki Baru itu sendiri,antara lain:
1.   Adanya Diskusi tematik dengan menghadirkan Narasumber, membahas materi, kajian tafsir agama, dan kajian adat/ budaya.
2.   Setiap ada event lembaga, melibatkan Aliansi laki-laki Baru.
3.   Adanya Diskusi mendalam tentang Feminisme, Maskulinitas, Seksualitas. 
4.   Adanya Milist, sebagai media penyebaran informasi komunikasi terkait kegiatan Aliansi Laki-laki Baru dan
5.   Adanya Penguatan kapasitas menulis untuk para Anggota Jaringan Aliansi laki-Laki Baru itu Sendiri.
Di akhir Pertemuan Dian Marina menginformasikan tentang siapa saja yang terlibat dalam Aliansi laki-laki Baru, Bahwa yang terlibat dalam ALLB ini “Person yang menjunjung tinggi prinsip-prinsip Aliansi Laki-Laki Baru”.