Pertemuan Diskusi Reguler

Banda Aceh 2 Juni 2011. Menindak lanjuti Pertemuan Diskusi Reguler yang diadakan di Musium Aceh pada tanggal 26 April 2011. Yayasan Puleh Kerjasama dengan UN Women dan Rifka Annisa Kembali Mengadakan Diskusi Reguler Tahap II dan III, kegiatan Kali ini dilaksanakan di Kantor Yayasan Puleh Area Aceh pada tanggal 26 May 2011. Dalam pertemuan Diskusi Reguler dihadiri 16 Mitra Jaringan yang terdiri dari: Aktivis Gender, Annisa Centre, Balai Syura, COTE, Mahasiswa , KKTGA, Kontras Aceh, Koalisi NGO HAM, PCC, Pemuda Muhammadiyah, PSW IAIN Ar-Raniry, PSG Unsyiah, Violet Grey sedangkan dari YRBI,  BP3A, PeMa IAIN Ar-Raniry, Yayasan Bungong Jeumpa tidak bisa hadir di sebabkan Jadwal pertemuan antara kegiatan yang diadakan saling beradu jadwal.
Pertemuan kegiatan Diskusi dimulai pukul 09:30 WIB, dibuka oleh Dian Marina  Selaku Koordinator Area Puleh Aceh, dalam pembukaan tersebut, Dian Marina menyampaikan “  Forum ini adalah forum dimana laki-laki bicara soal Gender, dan sebenarnya ide, wacana tentang lelaki baru, sudah sering disampaikan tetapi masih sendiri-sendiri. Bahkan gerakan ini dianggap gerakan perempuan, padahal banyak laki-laki di luar sana yang ingin berkontribusi tetapi tidak memiliki wadah. Sehingga pada diskusi pertama kemarin timbul kegelisahan apakah aliansi ini akan menjadi gerakan baru, atau dimana posisinya dalam gerakan perempuan”. Kemudian Iskandar berasal dari People’s Crisis Centre Menguatkan Ide yang disampaikan Dian Marina, beliu lebih banyak bercerita tentang “pendekatan terhadap laki-laki harus dibagi menurut teritorial, misalnya di perkotaan orangnya agak terbuka, dan ini akan lain halnya ketika kita melakukan pendekatan di pedesaan misalnya. Pengalaman bermain di tingkat desa itu tidak terlalu sulit bicara dengan laki-laki, mereka pasti berkumpul, di meunasah, warung kopi, pos jaga, bisa dimanfaatkan itu. Jadi menurut saya pendekatannya teritorial yang harus di utamakan”.
Kemudian ide tersebut di perkuat oleh Taufik Riswan dari RpuK, tentang pentingnya pelibatan laki-laki yang bergerak dalam ormas-ormas islam, misalnya pemuda anshor, PERTI pemuda muhammadiyah. Menurut Taufik Riswan mereka memiliki jaringan sampai ke desa-desa, hal ini lebih banyak peluang untuk mendialog-kan itu di tingkat provinsi, karena  mereka memiliki pemikiran yang lebih terbuka, sehingga ketika mereka membawa ke daerah akan lebih gampang penerimaannya ketimbang kita yang membawa. Farid Muttaqin dari UN WOMEN juga memberi tanggapan tentang ”bahwa kita harus kuat terlebih dahulu dengan tideologi tentang tidak ada kompromi dengan kata “kekerasan”. Terus bagaimana menghadapi orang-orang yang menganggap bahwa apa yang mereka lakukan itu bukan kekerasan, sementara menurut kita itu kekerasan ?. Kita tidak melihat tindakan, selalu konsern, tindakannya bisa apa saja. Menyayangi istri bisa jadi sangat patriarkhi! Kita berusaha menyentuh ideologi dibalik tindakan-tindakan itu. Bahwa musuh kita adalah segala bentuk kekerasan. Juga sumber ideologi patriarkhinya”.
Di awal pembukaan diskusi, Dian Marina selaku yang memimpin diskusi menyimpulkan beberapa point penting, antara lain: memperhatikan faktor teritorial. Melihat kelompok laki-laki yang sudah melek gender dan konsern terhadap gerakan gender, kaum aktifis, pekerja kemanusiaan. Penting juga menyasar kelompok muda, menggunakan media untuk raising awareness. Dan untuk konteks Aceh, penting mempertimbangkan faktor sosial budaya. Perlu strategi, siapa yang disasar, dan siapa yang menyampaikan, lalu apa kepentingannya. Narasumber yang potensial untuk menyampaikan issu gender.
Selanjutkan dilanjutkan dengan diskusi tentang prinsip-prinsip dari gerakan Laki-laki Baru.
Dari hasil diskusi tentang apa saja prinsip-prinsip Laki-laki Baru di Aceh, maka peserta Diskusi menyimpulkan 7 Prinsip laki-laki baru, antara lain:
1.   Terbuka, inklusif
2.   Timang
3.   Meusawa
4.   Meuseuraya
5.   saling menghargai
6.   anti kekerasan
7.   anti diskrminasi
Dari 7 Prinsip yang ada, 3 diantaranya  menggunakan istilah bahasa Aceh, menurut salah satu peserta Diskusi “bahwa ini merupakan salah satu kekayaan dan Nilai Budaya Aceh yang mesti dilestarikan dan dilindungi, jika Prinsip Aliansi laki-laki Baru menggunakan Bahasa Aceh, maka harus ada penjelasan dan arti yang jelas. Karena inilah yang bisa membedakan antara gerakan aliansi laki-laki baru di aceh dibandingkan di tempat lain”.
Kemudian dilanjutkan dengan diskusi tentang isu Stategis. menurut salah satu peserta Diskusi, Ada 3 cluster yang bisa kita tawardiskusikan berkaitan dengan isu Strategis, diantaranya:
1.   Konstruksi budaya harus dibarengi dengan kemauan untuk membangun budaya yang lebih adil
2.   karena kerja yang penuh tantangan itu, perlu peningkatan kapasitas terhadap laki-laki baru
3.   Memperkuat jaringan baik di tingkat lokal, nasional, dan internasional, agar kerja ini bisa diterima di masyarakat.
Dari Ke 3 Cluster tersebut disimpulkan bahwa Isu strategisnya Pertama tentang budaya adat Aceh, kemudian persoalan agama, bagaimana mendekonstruksi budaya patriarkhi ke budaya yang lebih setara. Keduan bagaimana melakukan penguatan kapasitas baik ke dalam maupun ke masyarakat. Dan ketiga yaitu bagaimana memperluas dan memperkuat jaringan. Bekerjasama dengan jaringan lain dalam rangka memperkuat jaringan aliansi laki-laki baru Aceh ini.
Pada sesi terakhir, para peserta diskusi melakukan pemetaan tentang penguatan Capacity Building untuk teman-teman yang akan terlibat dalam Jaringan Aliansi Laki-laki Baru, dari hasil Diskusi menyimpulkan beberapa Penguatan yang perlu diberikan dalam upaya penguatan kepada kawan-kawan dan jaringan Aliansi Laki-laki Baru itu sendiri,antara lain:
1.   Adanya Diskusi tematik dengan menghadirkan Narasumber, membahas materi, kajian tafsir agama, dan kajian adat/ budaya.
2.   Setiap ada event lembaga, melibatkan Aliansi laki-laki Baru.
3.   Adanya Diskusi mendalam tentang Feminisme, Maskulinitas, Seksualitas. 
4.   Adanya Milist, sebagai media penyebaran informasi komunikasi terkait kegiatan Aliansi Laki-laki Baru dan
5.   Adanya Penguatan kapasitas menulis untuk para Anggota Jaringan Aliansi laki-Laki Baru itu Sendiri.
Di akhir Pertemuan Dian Marina menginformasikan tentang siapa saja yang terlibat dalam Aliansi laki-laki Baru, Bahwa yang terlibat dalam ALLB ini “Person yang menjunjung tinggi prinsip-prinsip Aliansi Laki-Laki Baru”.